Medan | SNN - Peserta perlombaan
kaligrafi golongan Kontemporer dan Hiasan Mushaf asal Sumut berpeluang
jadi juara. Setelah masuk di tiga besar dan berlomba, ketiganya pun
berdoa bisa memberikan terbaik untuk provinsi juga selaku tuan rumah.
Adalah
Ahmad Subhan yang mengaku sedikit berdebar karena menghadapi jagoan
dari Yogyakarta dan Kepulauan Riau yang juga menorehkan karya seni luar
biasa. Namun baginya, meskipun sudah dipastikan ‘naik panggung’, dirinya
tetap memberikan yang terbaik dengan mengerjakan lukisan Islami
sungguh-sungguh.
“Ya memang degdegan juga, karena kan ini menentukan. Saya berdoa saja, semoga kita bisa jadi juara satu,” ujarnya.
Sementara
dari golongan Hiasan Mushaf putri, Millah Hayati sebagai finalis juga
mengaku sedikit berdebar karena mewakili Sumut selaku tuan rumah, untuk
menjaga asa kemenangan sebagaimana yang telah ditorehkan peseta dari
cabang perlombaan lain.
Dari suasan perlombaan tersebut, Millah
masih terlihat tenang mengerjakan lukisan hiasan mushaf yang digunakan
pada ayat awal Alquran. Bahkan karyanya cukup mencuri perhatian para
pengunjung yang hendak mengabadikan melalui ponsel cerdas. Namun karena
panitia membatasi untuk melihat dari dekat, hanya beberapa orang saja
yang berhasil berfoto di sisi karya putri asal Binjai ini.
“Ya
semoga saja saya bisa memberikan yang terbaik untuk Sumut. Karena kan
kita tuan rumah. Saya juga ucapkan terimakasih kepada keluarga, saudara
dan teman-teman semua atas dukungannya,” katanya.
Sama halnya
ketenangan terlihat dari Mira Mustika yang menyelesaikan lukisan
kontemporernya tepat waktu. Karyanya juga banyak dilirik penonton yang
sudah memadati lokasi perlombaan di Gedung Serbaguna (indoor), Jalan
Pancing Medan, 11 Oktober 2018 dari pagi hingga sore. Bahkan ratusan
pelajar juga antusias menyaksikan perlombaan tersebut dari atas.
Usai
lomba, Dewan Hakim Muhammad Faiz Abdul Razaq menyebutkan bahwa seluruh
karya seni nantinya akan segera dinilai oleh semua juri yang ada. Untuk
tiga kategori lomba yakni Naskah, Hiasan Mushaf dan Dekorasi, penilaian
menggunakan angka lebih mengedepankan detail tulisan Alquran. Sehingga
ada pemeriksaan detail tentang kebenaran tulisan Alquran.
“Nanti kita akan lakukan pleno untuk menentukan siapa di peringkat berapa,” ujar Faiz.
Sedangkan
khusus untuk golongan Kontemporer, Dewan Hakim Didin Sirojuddin
menyebutkan bahwa penentuan nilai sampai mendapatkan peringkat satu, dua
dan tiga menjadi cukup dinamis. Sebab dari lukisan yang dibuat,
meskipun telah ditentukan ayat apa yang akan dimasukkan ke dalamnya, ada
perbedaan cara pandang para juri untuk menentukan mana yang terbaik.
“Kalau
penilaiannya memang mana yang paling dekat dengan lukisan atau figur
yang dibuat. Tetapi unsur keindahan di sini punya nilai persentase yang
cukup tinggi dibanding tiga golongan lainnya. Maka penentuannya cukup
dinamis. Di situ yang membuat kita sering berdebat,” jelasnya.
Menurutnya
sisi subjektifitas masing-masing Dewan Hakim dalam melihat sebuah
lukisan kontemporer sangat diuji. Karena itu pula yang dipercaya
memberikan penilaian hanya para ahli di bidangnya. (torong/zul)