Medan | SNN - Sekretaris Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan Dhiyaul Hayati mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak Rencana Undang-Undang (RUU) Omnibuslaw Cipta Kerja untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU).
“Penolakan ini sejalan dengan perjuangan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersama masyarakat yang sedari awal tegas menolak RUU Omnibuslaw Cipta Kerja yang disahkan menjadi UU,”kata Dhiyaul Hayati di Gedung DPRD Medan, Jumat (03/12/2021).
Dalam Amar Putusannya Nomor 91/PUU-XVIII/2020, kata Dhiyaul MK menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan’.
Menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan.
Disampaikannya, dalam putusannya MK juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan.
“Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen,” katanya.
Srikandi PKS Kota Medan ini menegaskan, keputusan MK ini juga menunjukkan betapa gegabah dan terburu-burunya Pemerintah dalam membahas dan menyetujui UU tersebut, sehingga mengabaikan prosedur penyusunan yang selama ini digunakan dalam setiap penyusunan UU.
“Apalagi UU Cipta Kerja sendiri merupakan OmnibusLaw yang membatalkan sejumlah pasal dalam banyak UU terkait. Dari awal PKS sudah mengingatkan persoalan yang akan muncul jika UU ini disyahkan.
Ironinya karena masih diberi kesempatan untuk berjalan hingga 2 (dua) tahun, maka selama itu dampak negatif akan terus meluas dirasakan oleh masyarakat dan lingkungan hidup,” pungkasnya. (torong/nur)